PGRI Desak MPR Turut Memperjuangkan Nasib Guru Honorer
Selama ini PGRI tidak tinggal diam saja
mendengarkan teriakan dan jeritan dari guru honorer. PGRI mengetahui dan
memahami betul perjuangan dan pengorbanan guru honorer yang telah mengabdikan
dirinya bertahun-tahun turut mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Ketua Umum
Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Prof. Dr.
Unifah Rosyidi, M.Pd., memiliki cara tersendiri dalam memperjuangkan
kepentingan guru honorer melalui cara yang soft dan tepat sasaran. Dalam rangka
perjuangan tersebut, Ketua Umum PB PGRI memimpin rombongan PB PGRI menyambangi
Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat, Senayan Jakarta, Selasa, 4/2/2020.
Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi didampingi
oleh Ketua PB PGRI: Dian Mahsunah; Huzaifa Dadang; Irman Yasin Limpo, Wasekjen
PB PGRI Dudung Abdul Qadir, Bendahara PB PGRI Basyaruddin Thayib, Kadep Pembina
dan Pengembangan Lembaga Pendidikan Mansur Arsyad, Kadep Kesejahteraan dan
Ketenagakerjaan Racmawaty AR, Kadep Pembinaan Kerohanian dan Karakter Bangsa
Mustafa Kemal dan Ketua PGRI Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Al Munzir
melakukan audiensi dengan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo didampingi oleh Kabag.
Set. Ketua Agus Subagyo, Tenaga Ahli Dwi Nugroho dan Hasbi di Gedung Nusantara
III.
Hal pertama yang dibahas adalah perkenalan
kepengurusan PGRI yang baru dan meminta kesediaan Bapak Ketua MPR untuk
menghadiri Konferensi Kerja Nasional I (Konkernas I) yang akan diselenggarakan
PGRI pada 21-23 Februari 2020 di Jakarta .
Alhamdulillah, Pak Bambang Soesatyo bersedia hadir dan sekaligus
penandatanganan MoU tentang sosialisasi empat pilar kebangsaan. Ketua MPR
meyakini para guru lah yang akan tetap mampu menjaga empat pilar kebangsaan,
yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia , dan Bhineka Tunggal Ika
Selanjutnya, Unifah menyampaikan persoalan data
guru yang terdapat di dapodik, dari jumlah guru secara keseluruhan, kurang
lebih dari 3 juta guru yang terdata hanya sekitar 45% berstatus PNS, jadi
sisanya 55% adalah guru honorer baik K2 maupun non-K. Masalah ini sangat serius
untuk segera dicarikan solusinya. Suka tidak suka, guru honorer sudah berbakti
kepada bangsa dan negara, sehingga tidak berlebihan Ketua Umum PB PGRI memohon
kepada Ketua MPR RI agar mendorong pemerintah segera menuntaskan guru honorer
dengan mengangkat mereka menjadi PNS atau PPPK.
“Bagaimana bicara mutu, dan merdeka belajar jika masih ada guru
yang dibayar sangat rendah dan tidak manusiawi?”, tanya Unifah. Ketua Umum PB
PGRI juga meminta MPR agar mendesak pemerintah segera memberlakukan pembayaran
upah minimum minimal setara dengan UMR kepada para tenaga honorer di sekolah
baik negeri maupun swasta.
Untuk mengatasi masalah
honorer, PGRI memperjuangkan agar dilakukan revisi Undang-Undang ASN secara
meluas terkait tenaga honorer. PGRI memohon untuk diberikan kesempatan pada
tenaga honorer dari kedua kategori (K2 dan
non-K) baik pendidik maupun tenaga kependidikan diikutsertakan dalam seleksi
CPNS dan PPPK. Lebih diutamakan lagi bagi mereka yang berusia di atas 35 tahun
agar diprioritaskan, mengingat bentuk pengabdiannya yang luar biasa selama ini.
Masukan-masukan yang
disampaikan PGRI menjadi poin penting dalam agenda MPR untuk segera
ditindaklanjuti. MPR akan mendorong pola perekrutan PNS dengan mengutamakan
atau mengafirmasi honorer K2 dan non-K yang
memenuhi syarat untuk disertakan dalam tes CPNS dan PPPK.
Dalam pertemuan tersebut,
Ketua MPR pun berjanji akan terus memperjuangkan kesejahteraan guru terutama
yang berstatus guru honorer agar segera dibayar minimal setara dengan UMR. “MPR
akan terus memantau dan mengawasi terkait kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
terutama dalam implementasi dan reform kurikulum, merdeka belajar,
penyederhanaan administrasi guru, efisiensi birokrasi pendidikan dan
penghapusan Ujian Nasional. Ini semua dilakukan dalam bingkai percepatan,
pemerataan, peningkatan mutu, dan pelayanan pendidikan”, tandas Ketua MPR RI
sekaligus menutup audiensi di sore hari tersebut